
Menembus Pasar Premium Organik
Repost - money.kompas.com
Kuntoro Boga Andri Kepala BRMP Perkebunan, Kementan
KOPERASI petani di pedalaman Kalimantan Barat berhasil menembus pasar Eropa dengan produk premium, minyak sawit organik. Berkat pendampingan lembaga nasional dan internasional, mereka mengubah praktik kebun menjadi ramah lingkungan, mengantongi sertifikat organik Eropa, dan mulai mengekspor minyak sawit mentah ke Jerman dan Swiss dengan harga nyaris dua kali lipat harga pasaran biasa.
Sementara itu di Temanggung, Jawa Tengah, petani kopi organik lokal kebanjiran pesanan. Jika sebelumnya pembeli hanya datang dari Australia, kini permintaan datang pula dari Korea dan Jepang, dengan harga jual dua kali lipat kopi non-organik.
Kisah serupa terjadi pada komoditas kakao, di mana produsen minuman cokelat Koawach asal Jerman pernah memesan 100 ton kakao organik varietas Trinitario dari Flores dan Aceh untuk memenuhi pasar cokelat premium Eropa. Contoh-contoh nyata ini menunjukkan daya tarik besar sertifikasi organik bagi komoditas perkebunan unggulan Indonesia.
Indonesia dikenal sebagai raksasa agribisnis perkebunan tropis. Kelapa sawit, kopi, dan kakao berkontribusi besar terhadap devisa serta menyerap tenaga kerja jutaan orang. Namun, di era pasar global yang kian peduli keberlanjutan, sertifikasi organik muncul sebagai game changer.
Dari perspektif praktisi agribisnis, langkah menuju organik ibarat membuat paspor emas ke pasar premium dunia. Tentu, peluang ini datang bersama serangkaian tantangan teknis, biaya, dan regulasi yang tidak ringan.
Agribisnis Berkelanjutan dan Pasar Global
Dari sudut pandang bisnis, label organik pada kopi, kakao, atau sawit ibarat tiket VIP yang membuka akses ke pasar ekspor bernilai tinggi. Permintaan global terhadap produk organik terus meningkat seiring tren gaya hidup sehat dan peduli lingkungan, terutama di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag bahkan menegaskan bahwa memiliki sertifikasi organik memberi peluang jauh lebih besar untuk memasok produk ke Eropa. Pembeli niche di sana aktif mencari produk organik untuk dijual di toko premium dengan harga lebih tinggi daripada retail biasa. Data Kementerian Perdagangan mendukung hal ini dalam pameran COTECA di Hamburg, Jerman.
Produk Indonesia yang paling diminati adalah kakao organik, teh organik, dan kopi specialty. Pembeli Eropa siap membayar mahal demi pasokan organik berkualitas. Nilai tambah bagi petani dan eksportir pun nyata dirasakan. Produk berlabel organik kerap dihargai dengan harga premium dan cenderung stabil permintaannya.
Pasar organik biasanya diisi pembeli loyal dari segmen konsumen berdaya beli tinggi yang mengutamakan keberlanjutan dan kesehatan. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan hubungan dagang yang lebih resilien, di mana petani mendapatkan kontrak jangka panjang, pendampingan teknis, hingga akses permodalan hijau dari pembeli internasional.
Pada ajang Biofach 2023 di Jerman, pameran organik terbesar dunia, Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemasok produk organik global, menampilkan beragam produk mulai kopi, gula kelapa, rempah, hingga teh organik. Fakta bahwa Paviliun Indonesia di Biofach tahun lalu membukukan potensi transaksi ekspor 2,07 juta dollar AS (sekitar Rp 34 miliar) dalam tiga hari pameran, menunjukkan potensi ekonomi organik yang signifikan.
Permintaan terhadap produk organik yang berkelanjutan diproyeksikan bertahan lama, didorong kesadaran konsumen dunia untuk hidup sehat dan ramah lingkungan. Dengan sertifikasi yang tepat, misalnya USDA Organic untuk pasar Amerika, EU Organic untuk Eropa, atau JAS untuk Jepang, pintu pasar premium ini terbuka lebar.
Dampak Bagi Lingkungan dan Keberlanjutan
Sertifikasi organik tidak hanya berdampak pada peningkatan nilai jual produk, tetapi juga membawa manfaat besar bagi lingkungan dan keberlanjutan agribisnis. Pertanian organik meniadakan penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis, digantikan dengan kompos alami, rotasi tanaman, serta pengendalian hama hayati.
Pendekatan ini membantu mengurangi pencemaran tanah dan air, menekan emisi gas rumah kaca, serta memperbaiki kesehatan tanah dalam jangka panjang. Studi menunjukkan bahwa pengomposan limbah pertanian efektif dalam menekan emisi amonia dan memperbaiki kualitas air tanah, yang memperkuat posisi pertanian organik sebagai solusi lingkungan berkelanjutan.
Secara ekologi, sistem pertanian organik terbukti lebih ramah lingkungan karena menjaga keseimbangan ekosistem secara alami. Inisiatif sawit organik kini mulai dipandang sebagai cara untuk memperbaiki citra industri sawit Indonesia yang selama ini dikritik karena isu deforestasi.
Produk sawit, kopi, atau kakao yang telah tersertifikasi organik mengirimkan pesan kuat ke pasar global bahwa produk tersebut dihasilkan secara etis, tanpa jejak kerusakan lingkungan. Label organik menjadi simbol integritas lingkungan, yang semakin penting dalam lanskap perdagangan dunia yang makin peduli terhadap keberlanjutan.
Bagi petani, praktik pertanian organik juga menjanjikan ketahanan usaha yang lebih baik. Di Jawa Barat, para petani dalam program “Desa Pertanian Organik” melaporkan bahwa pohon kopi mereka lebih sehat dan produktif setelah menerapkan metode organik.
Hal serupa juga diterapkan oleh masyarakat Baduy, yang telah lama mengelola pertanian alami menggunakan bahan fermentasi nira dan daun sebagai pupuk. Kearifan lokal seperti ini sejalan dengan prinsip organik modern, membangun produktivitas tanpa merusak ekosistem.
Keuntungan organik tak berhenti pada aspek lingkungan. Sertifikasi organik sering bersinggungan dengan skema fair trade yang memberikan harga lebih adil kepada petani. Contohnya, Cau Chocolate di Bali berhasil memotong rantai distribusi dan memberi petani bagi hasil hingga 90 persen dari harga ekspor.
Saat ini, 200 dari 600 petani mitranya telah mengantongi sertifikasi organik dan berhasil menembus pasar luar negeri. Pertumbuhan pasar produk organik dunia semakin menjanjikan, dengan luas lahan pertanian organik global hampir mencapai 99 juta hektare pada 2023 dan nilai penjualan mencapai 129 miliar dollar AS pada 2020.
Momentum ini menjadi peluang strategis bagi Indonesia sebagai produsen komoditas tropis, seperti kopi, kakao, dan sawit, untuk masuk ke pasar premium global. Program 1000 Desa Pertanian Organik menunjukkan hasil positif. Salah satunya di Jawa Barat, di mana desa-desa berhasil memproduksi kopi organik dalam jumlah besar dan menembus pasar ekspor.
Untuk mengakselerasi potensi ini, dukungan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan, mulai dari subsidi sertifikasi, akses pembiayaan KUR khusus petani organik, hingga harmonisasi standar nasional dengan standar internasional.
Bali telah menjadi contoh baik dengan membuat regulasi lokal dan membentuk lembaga sertifikasi pangan organik mandiri yang menekan biaya bagi petani. Langkah ini perlu direplikasi di wilayah sentra komoditas lainnya agar lebih banyak petani dapat mengakses pasar global secara berkelanjutan dan kompetitif.
Dari sisi pasar domestik, edukasi dan promosi menjadi kunci untuk memperluas konsumsi produk organik, terutama di kalangan kelas menengah dan generasi muda yang peduli lingkungan dan kesehatan. Sertifikasi organik bukan sekadar label, melainkan fondasi masa depan pertanian Indonesia yang adil, berdaya saing, dan berkelanjutan.